Di tengah derasnya arus modernisasi dan kemajuan teknologi yang mengguncang fondasi kehidupan, manusia justru kerap kehilangan esensinya sebagai makhluk mulia ciptaan Tuhan. Dalam hiruk pikuk pencapaian materi dan kehausan akan status sosial, tak jarang manusia diperlakukan tidak lebih dari sekadar alat, angka statistik, atau bahkan obyek yang dapat dimanipulasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Padahal, dalam ajaran Islam, manusia adalah makhluk yang dimuliakan Allah SWT, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 70, “Dan sungguh Kami telah memuliakan anak-anak Adam.” Maka, memahami pentingnya memanusiakan manusia bukan sekadar ajakan etis, melainkan panggilan ilahi yang seharusnya dijadikan landasan dalam bertindak dan bersikap.
Nabi Muhammad SAW telah menunjukkan kepada kita contoh sempurna bagaimana manusia harus diperlakukan. Beliau tidak hanya menyampaikan wahyu, tetapi juga mempraktikkan secara langsung bagaimana manusia dimuliakan dalam setiap sendi kehidupan. Dalam satu hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi.” Ungkapan ini menekankan pentingnya kasih sayang sebagai pondasi dalam hubungan antarmanusia. Karena itu, ketika kita memperlakukan sesama dengan belas kasih dan empati, sejatinya kita sedang meneladani akhlak Rasulullah SAW.
Memanusiakan manusia berarti mengakui hak-hak dasar setiap individu, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, ras, maupun agama. Ketika seseorang terpinggirkan, dizalimi, atau diabaikan eksistensinya, maka saat itulah nilai kemanusiaan kita sedang diuji. Kita sering kali terpaku pada perbedaan dan lupa bahwa pada hakikatnya, setiap manusia lahir dengan potensi yang sama untuk berbuat baik. Dalam konteks ini, Rasulullah SAW memperlihatkan kepeduliannya terhadap orang-orang tertindas, termasuk kaum dhuafa, anak yatim, dan para budak yang hidup di bawah tekanan sosial yang luar biasa. Beliau tidak hanya mengajak umat Islam untuk membantu, tetapi juga terlibat langsung dalam membebaskan dan mengangkat martabat mereka.
Lebih jauh, memanusiakan manusia tidak bisa dilepaskan dari prinsip keadilan. Islam mengajarkan keadilan sebagai nilai utama dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Keadilan ini bukan hanya dalam bentuk hukum, tetapi juga dalam hal penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia. Seorang pemimpin, misalnya, tidak boleh membeda-bedakan perlakuan antara yang kaya dan miskin. Begitu pula dalam kehidupan keluarga, seorang ayah atau ibu harus berlaku adil kepada seluruh anak-anaknya tanpa memihak.
Ketika manusia diperlakukan secara adil dan penuh kasih, maka akan muncul harmoni dalam kehidupan sosial. Tidak ada lagi kebencian, iri hati, atau konflik yang bersumber dari ketidakadilan. Sebaliknya, akan tumbuh rasa saling menghargai, saling mendukung, dan saling menasihati dalam kebaikan. Ini semua hanya bisa terwujud jika manusia menyadari bahwa tugas utama hidup ini bukan hanya mencari kebahagiaan pribadi, melainkan juga menciptakan kebahagiaan untuk orang lain.
Dalam konteks keagamaan, memanusiakan manusia juga berarti menghargai kebebasan beragama dan hak spiritual seseorang. Rasulullah SAW bahkan membiarkan kaum non-Muslim untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya selama mereka tidak mengganggu umat Islam. Ini adalah bentuk toleransi yang tinggi dan penghormatan terhadap kemanusiaan yang sangat relevan dengan kehidupan plural saat ini.
Tak hanya dalam bentuk penghormatan terhadap hak, memanusiakan manusia juga terwujud dalam bentuk partisipasi aktif dalam membantu sesama. Ketika seseorang membutuhkan bantuan, baik dalam bentuk materi, tenaga, maupun waktu, maka sudah seharusnya kita meresponsnya dengan kepedulian. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad). Dalam hadits ini tergambar jelas bahwa nilai seseorang ditentukan bukan oleh apa yang dimilikinya, melainkan oleh sejauh mana ia memberi manfaat kepada orang lain.
Di lingkungan pesantren, nilai-nilai ini diajarkan sejak dini. Santri dibina bukan hanya dalam hal ilmu agama, tetapi juga dalam akhlak sosial. Salah satu bentuk konkret dari pembelajaran ini adalah dalam program ibadah qurban yang rutin dilaksanakan setiap tahun. Dalam proses ini, para santri belajar untuk bekerja sama, berbagi tanggung jawab, dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Dengan Kolaborasi santri mewujudkan hasil qurban dengan harga tetap setiap tahunnya. Kegiatan ini bukan hanya menumbuhkan semangat pengorbanan, tetapi juga mengajarkan bahwa semua manusia, termasuk kaum miskin dan dhuafa, berhak menikmati kebahagiaan hari raya.
Pelajaran semacam ini sangat penting untuk terus dilestarikan. Sebab, di tengah kehidupan modern yang cenderung individualistik, semangat gotong royong dan kepedulian sosial menjadi sangat langka. Tanpa pendidikan karakter yang menekankan pentingnya nilai kemanusiaan, generasi muda bisa tumbuh menjadi pribadi yang egois, apatis, dan tidak sensitif terhadap penderitaan orang lain.
Memanusiakan manusia juga berarti menghindari segala bentuk kekerasan, baik secara fisik maupun verbal. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali tergelincir dalam sikap merendahkan orang lain, mencela, atau menghakimi tanpa dasar. Padahal, Islam melarang keras sikap seperti ini. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 11, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum merendahkan kaum yang lain, boleh jadi mereka lebih baik dari mereka.”
Lebih dari itu, tugas kita dalam memanusiakan manusia adalah terus-menerus mengingatkan bahwa setiap individu memiliki misi khusus dalam hidup ini. Tidak ada satu pun manusia yang diciptakan sia-sia. Setiap orang adalah wakil Allah di muka bumi yang bertugas memakmurkan dan menjaga keseimbangan kehidupan. Maka, menghina atau meremehkan seseorang berarti meremehkan ciptaan Allah itu sendiri.
Untuk itu, mari kita jaga lisan dan tindakan kita. Jangan sampai kita menyakiti hati orang lain dengan ucapan yang kasar atau perbuatan yang menyakitkan. Karena sejatinya, luka batin jauh lebih dalam daripada luka fisik. Memanusiakan manusia dimulai dari hal-hal kecil: senyuman yang tulus, sapaan yang ramah, dan empati dalam mendengarkan keluhan orang lain.
Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang memahami betapa berharganya setiap insan di mata Allah. Dengan memanusiakan manusia, kita bukan hanya menjalankan ajaran agama, tetapi juga membangun kehidupan yang lebih damai, adil, dan seimbang. Marilah kita terus meneladani Rasulullah SAW dalam memperlakukan sesama, dan menjadikan nilai-nilai kemanusiaan sebagai dasar dalam setiap langkah hidup kita. Dengan demikian, kita bisa menjadi bagian dari solusi atas krisis moral dan sosial yang sedang melanda dunia.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk menjaga kemanusiaan, menebar kasih sayang, dan menjadi hamba yang diridhai-Nya. Aamiin.