Dalam kehidupan seorang anak, sosok ayah memegang peranan yang sangat penting sebagai pelindung, pembimbing, sekaligus teladan utama. Dalam Islam, posisi seorang ayah sangat dimuliakan, karena ia memikul amanah yang besar dalam membina keluarganya. Namun menariknya, sosok Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutan umat Islam justru tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah sejak dalam kandungan. Ayah beliau, Abdullah bin Abdul Muthalib, wafat sebelum Rasulullah dilahirkan. Meski demikian, dalam perjalanan hidupnya, Rasulullah menampilkan teladan sempurna tentang bagaimana menjadi ayah yang penuh cinta, pengayom, dan pendidik sejati bagi keluarga dan umatnya.
Sosok Nabi Muhammad SAW sebagai ayah begitu kuat dan menginspirasi. Beliau bukan hanya menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak kandungnya, tetapi juga kepada anak-anak kaum Muslimin secara umum. Dalam banyak riwayat, kita temukan bagaimana beliau menyayangi putri-putrinya, mengasihi cucu-cucunya, dan memperlakukan anak-anak kecil dengan kelembutan yang luar biasa. Dalam hadits riwayat Bukhari, disebutkan bahwa Rasulullah biasa mencium cucunya, Hasan dan Husain. Ketika ada seorang sahabat yang bertanya mengapa beliau mencium anak kecil, Rasulullah menjawab bahwa siapa yang tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi.
Keteladanan beliau dalam mendidik anak-anak tidak hanya terlihat dalam rumah tangga, tetapi juga dalam interaksi sosialnya. Beliau mengajarkan bahwa anak-anak adalah amanah yang harus dijaga dan dibimbing dengan penuh cinta. Tidak ada kekerasan dalam didikannya, melainkan keteladanan dan kelembutan. Bahkan, dalam urusan yang tampak sepele sekalipun, Rasulullah memberikan perhatian penuh kepada anak-anak, menjawab pertanyaan mereka, dan mendengarkan keluh kesah mereka. Inilah wajah seorang ayah sejati, sosok yang tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga hadir secara emosional dan spiritual.
Rasulullah memiliki empat putri yang semuanya sangat disayanginya, yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah. Di antara mereka, Fatimah adalah yang paling dekat dengan beliau. Dalam satu hadits, Aisyah RA mengatakan bahwa Fatimah adalah orang yang paling menyerupai Rasulullah dalam perilaku dan kebiasaan. Ketika Fatimah datang kepada Rasulullah, beliau selalu berdiri, menyambut, mencium keningnya, dan mempersilakannya duduk di tempat beliau. Begitu pula sebaliknya. Hubungan ini menunjukkan bagaimana Nabi Muhammad SAW menghormati dan mencintai anak-anaknya dengan tulus.
Meski kehidupan beliau penuh dengan kesibukan dakwah, kepemimpinan umat, dan tantangan besar sebagai Rasul Allah, beliau tidak pernah melupakan perannya sebagai seorang ayah. Beliau menyediakan waktu untuk keluarga, berbicara dengan mereka, bahkan membantu pekerjaan rumah tangga. Dalam hadits riwayat Bukhari, disebutkan bahwa Rasulullah biasa menjahit sandalnya sendiri dan membantu keluarganya. Sikap ini menjadi pelajaran penting bagi para ayah zaman sekarang untuk tetap meluangkan waktu dan memberikan perhatian kepada keluarganya, meski dibebani oleh banyak tanggung jawab.
Salah satu bentuk kasih sayang Rasulullah yang paling mendalam adalah ketika beliau kehilangan anak-anaknya. Semua anak beliau, kecuali Fatimah, wafat lebih dahulu. Rasa sedih yang mendalam tidak membuat beliau mengeluh, tetapi beliau tetap menunjukkan kesabaran luar biasa. Ketika putra beliau, Ibrahim, meninggal dunia, Rasulullah meneteskan air mata dan berkata, “Sesungguhnya mata ini berlinang air mata, hati ini bersedih, namun kami tidak mengatakan kecuali yang diridhai oleh Allah.” Sikap ini mencerminkan kekuatan seorang ayah yang tetap tegar dalam menghadapi ujian, sembari tetap menunjukkan perasaan kemanusiaan yang wajar.
Nabi Muhammad SAW juga menjadi ayah asuh bagi anak-anak lain. Zaid bin Haritsah, misalnya, adalah anak angkat yang sangat disayangi Rasulullah hingga ia sering disebut sebagai Zaid bin Muhammad sebelum turun larangan dalam Al-Qur’an untuk menisbatkan anak angkat kepada orang tua angkatnya. Rasulullah memperlakukan Zaid dengan penuh cinta dan perhatian, tidak berbeda dengan anak kandung. Begitu pula dengan Usamah bin Zaid, yang sering dipanggil dengan panggilan mesra dan dianggap sebagai cucu beliau. Ini menunjukkan bahwa cinta keayahannya melampaui hubungan darah.
Peran ayah dalam pendidikan anak begitu penting, dan Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa keberadaan seorang ayah bukan sekadar pencari nafkah, tetapi sebagai pendidik utama dan penanam nilai-nilai kehidupan. Beliau mengajarkan tawakal, kejujuran, ketaatan kepada Allah, dan tanggung jawab sosial. Melalui perkataan dan perbuatannya, anak-anak belajar nilai-nilai luhur yang akan menjadi bekal dalam hidup mereka.
Dalam masyarakat modern, figur ayah sering kali hanya dikaitkan dengan peran ekonomi, sehingga aspek emosional dan pendidikan anak kurang mendapat perhatian. Padahal, keberadaan ayah dalam kehidupan anak sangat memengaruhi perkembangan karakter dan psikologis mereka. Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa seorang ayah yang penyayang akan melahirkan generasi yang kuat secara iman dan akhlak.
Dengan meneladani sosok Rasulullah sebagai ayah, umat Islam dapat memperbaiki pola pengasuhan dan membangun keluarga yang harmonis. Ayah tidak harus selalu keras, tetapi cukup menjadi contoh yang baik, hadir di saat anak membutuhkan, dan mampu menjadi tempat curhat bagi anak-anaknya. Rasulullah telah memberikan semua teladan itu dalam kehidupan beliau yang penuh kasih dan pengorbanan.
Bulan Muharram yang penuh berkah ini juga menjadi momen untuk merefleksikan kembali peran ayah dalam keluarga. Apakah kita telah mengikuti jejak Rasulullah dalam menyayangi dan mendidik anak-anak kita? Apakah kita sudah menjadi ayah yang mampu menanamkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan rumah tangga? Pertanyaan-pertanyaan ini hendaknya menjadi perenungan agar kita selalu memperbaiki diri dalam menjalankan peran sebagai kepala keluarga.
Dengan kolaborasi santri mewujudkan hasil qurban dengan harga tetap setiap tahunnya, kita juga belajar bahwa semangat gotong royong dan kebersamaan dalam mendidik generasi adalah tugas bersama. Ayah, ibu, guru, dan masyarakat harus bersatu dalam membentuk karakter anak-anak yang sholeh dan sholehah. Sosok Rasulullah sebagai ayah menjadi sumber inspirasi dalam membangun generasi emas yang mencintai agamanya dan berbakti kepada orang tua.
Semoga kita semua mampu meneladani Baginda Nabi Muhammad SAW dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam menjalankan peran sebagai ayah. Mari kita terus belajar dari beliau, memperbaiki diri, dan menciptakan keluarga yang harmonis serta diberkahi Allah SWT. Semoga Allah memudahkan langkah kita dalam menjadi ayah yang amanah, lembut, dan penuh cinta, sebagaimana Rasulullah yang telah memberikan contoh terbaik sepanjang zaman. Aamiin.