Manusia adalah makhluk yang lemah, dikelilingi oleh hawa nafsu, bisikan setan, dan godaan dunia yang terus menggoda hati dan pikiran. Dalam setiap detik kehidupan, dalam setiap gerakan, dan bahkan dalam setiap tarikan nafas, manusia tak luput dari kemungkinan terjerumus dalam dosa. Dosa bisa muncul dari ucapan, dari pandangan, dari pikiran, hingga dari keinginan yang tak terkendali. Maka tidaklah mengherankan jika para ulama dan orang-orang saleh begitu khawatir dengan setiap perbuatan mereka, bahkan terhadap hal yang nampak sepele.
Dalam kehidupan yang terus berjalan ini, manusia sering kali tidak menyadari bahwa dosa bisa menyusup tanpa disadari. Sebuah lirikan mata yang mengandung syahwat, sebuah bisikan hati yang mengandung kebencian, atau sebuah kalimat yang mengandung ghibah dapat menjadi sebab murka Allah. Bahkan diam yang disertai niat buruk bisa tercatat sebagai dosa. Oleh karena itu, introspeksi dan muhasabah harus menjadi bagian dari rutinitas hidup seorang Muslim. Karena bisa jadi, dalam setiap tarikan nafas, ada satu kesalahan yang belum disadari dan belum pula ditaubati.
Rasulullah SAW yang maksum pun senantiasa beristighfar lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari. Padahal beliau tidak pernah melakukan dosa. Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan, Rasulullah bersabda, “Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah dan mohon ampunlah kepada-Nya. Karena aku bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.” Ini menunjukkan betapa pentingnya menyadari keberadaan dosa dalam diri, bahkan jika kita merasa tidak melakukannya secara sengaja. Ketundukan kepada Allah dan kesadaran akan kelemahan diri menjadi ciri dari hati yang hidup dan tidak tertipu oleh kesombongan amal.
Dalam Surah Al-Zalzalah ayat 7-8, Allah SWT berfirman, “Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” Ayat ini memberikan pesan kuat bahwa sekecil apapun dosa, sekecil apapun keburukan yang dilakukan oleh manusia, semuanya akan dihadapkan kepada mereka di hari pembalasan. Maka sungguh merugi orang-orang yang mengabaikan dosa kecil karena mengira itu tak bermakna.
Dosa-dosa kecil yang dilakukan terus-menerus tanpa taubat bisa berbuah menjadi dosa besar. Hati yang terus menerus terkena noda dosa tanpa dibersihkan dengan istighfar dan taubat akan menjadi keras dan gelap. Dalam hadits riwayat Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba apabila melakukan suatu dosa, maka akan terdapat titik hitam di hatinya. Jika ia bertaubat, maka hatinya akan kembali bersih. Namun jika ia mengulanginya, maka noda hitam itu akan bertambah hingga menutupi hatinya.” Inilah yang disebut dengan “ran” dalam Al-Qur’an, yakni penutup hati yang membuat seseorang sulit menerima kebenaran.
Tarikan nafas yang menjadi tanda kehidupan seharusnya menjadi pengingat akan keberadaan Allah. Namun jika dalam tiap hembusan udara yang masuk dan keluar, manusia malah mempergunakannya untuk berdusta, mengumpat, menghasut, atau bahkan berkhayal tentang keburukan, maka sungguh nafas itu telah ternoda oleh dosa. Bahkan para sahabat Rasulullah pun merasa khawatir dengan lintasan-lintasan hati yang bisa membawa pada dosa. Mereka datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah, kadang terlintas dalam hati kami sesuatu yang sangat berat bagi kami untuk mengucapkannya.” Rasulullah menjawab, “Itulah tanda iman.” (HR. Muslim). Ini menunjukkan bahwa kesadaran akan potensi dosa adalah bagian dari keimanan yang mendalam.
Manusia hidup dengan jantung yang berdetak dan paru-paru yang terus bekerja. Dalam setiap detak jantung dan tarikan nafas, ada kesempatan untuk memilih, apakah kita ingin mengisinya dengan amal kebaikan atau membiarkannya berlalu dalam kelalaian. Nafas bisa menjadi saksi atas zikir, doa, istighfar, atau bisa pula menjadi saksi atas keluh kesah, caci maki, dan kelalaian. Pilihan ada pada diri masing-masing. Maka amat penting bagi seorang Muslim untuk senantiasa menghadirkan Allah dalam hatinya, dalam ucapannya, dalam pikirannya, agar nafas yang terhembus membawa kebaikan, bukan mencatat dosa.
Dalam Surah Qaaf ayat 18, Allah SWT berfirman, “Tiada satu kata pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” Ini menjadi pengingat bahwa setiap ucapan yang keluar dari mulut manusia, baik yang disengaja atau tidak, semuanya diawasi dan dicatat oleh malaikat. Maka tidak ada alasan untuk merasa aman dari dosa, bahkan dalam kata-kata yang nampak sederhana. Karena setiap detik kehidupan adalah ujian, dan setiap tarikan nafas adalah peluang untuk memilih jalan kebaikan atau jalan kesalahan.
Sesungguhnya rahmat Allah begitu luas. Ia membuka pintu taubat kapan saja bagi siapa pun yang mau kembali kepada-Nya. Dosa yang melingkupi hidup seseorang tidak akan menjadi penghalang selama masih ada keinginan untuk memperbaiki diri. Dalam hadits qudsi, Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, selama engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, Aku akan mengampuni dosamu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu setinggi langit, lalu engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu.” (HR. Tirmidzi). Ini adalah janji dari Sang Maha Pengampun kepada hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam taubat.
Maka betapa indahnya jika dalam setiap tarikan nafas, manusia tidak hanya menjaga diri dari dosa, tetapi juga mengisinya dengan istighfar dan dzikir. Nafas-nafas yang digunakan untuk menyebut nama Allah adalah nafas yang diberkahi, dan insya Allah akan menjadi saksi yang baik di akhirat kelak. Sungguh, tidak ada nafas yang lebih berharga daripada nafas yang diiringi dengan kesadaran akan kehadiran Allah. Dalam nafas seperti itu, tidak ada tempat bagi kesombongan, tidak ada ruang bagi kemaksiatan, dan tidak ada celah bagi kelalaian.
Marilah kita menjadikan setiap tarikan nafas sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah, memperbanyak istighfar, menyucikan hati, dan menjauhi dosa. Karena sejatinya, hidup ini terlalu singkat untuk disia-siakan dalam kelalaian dan perbuatan dosa. Dan bisa jadi, nafas yang kita hembuskan hari ini adalah nafas terakhir yang kita miliki. Maka sebelum nafas itu berhenti, manfaatkanlah setiap hembusannya untuk berbuat baik, bertobat, dan memperbanyak amal shaleh, agar kita tidak menjadi orang-orang yang menyesal di akhir hayat nanti.