(021) 809 4342 administrasiypn@gmail.com

Untaian Dzikir Dalam Setiap Doa

Oleh

Yayasan Panji Nusantara

Dzikir adalah salah satu bentuk ibadah yang paling lembut namun penuh makna dalam kehidupan seorang Muslim. Ia bukan sekadar lantunan kata-kata yang diucapkan oleh lisan, melainkan hembusan nurani yang menyentuh hati dan menggugah jiwa. Dalam setiap helaan napas dan dalam setiap doa yang terpanjat, dzikir menjadi untaian yang menghiasi dan menghidupkan harapan serta keyakinan seorang hamba kepada Rabb-nya. Sejatinya, dzikir adalah cerminan kedekatan antara manusia dan Tuhannya, sebuah pengakuan atas kelemahan diri serta pengharapan akan rahmat dan pertolongan Ilahi.

Dalam keseharian, manusia tak pernah lepas dari kebutuhan akan pertolongan Allah. Saat bahagia, mereka bersyukur. Saat sedih, mereka memohon. Dalam segala keadaan itu, dzikir menjadi tali penghubung antara jiwa yang lelah dengan kekuatan langit yang tak pernah padam. Dzikir yang disematkan dalam doa menjadikan setiap permohonan terasa lebih khidmat dan menyentuh. Bahkan dalam keheningan malam, ketika doa-doa terucap lirih, dzikir menjadi penghias yang mengantarkan doa ke langit dengan keindahan dan ketulusan.

Rasulullah SAW memberikan teladan yang begitu indah dalam berdzikir. Beliau tidak hanya berdzikir dalam shalat, tetapi juga dalam setiap aktivitas kehidupan, mulai dari bangun tidur hingga kembali beristirahat. Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah bersabda, “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabb-nya dengan orang yang tidak berdzikir adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati.” Ungkapan ini menggambarkan bahwa dzikir adalah ruh kehidupan bagi jiwa seorang mukmin, dan tanpa dzikir, hati menjadi kering dan mati.

Saat seseorang mengangkat kedua tangan untuk berdoa, sesungguhnya ia sedang membuka pintu langit dan berharap agar setiap kata yang terucap diterima dan dikabulkan oleh Sang Maha Mendengar. Dalam momen itu, menyisipkan dzikir seperti “Subhanallah”, “Alhamdulillah”, “La ilaha illallah”, dan “Allahu Akbar” menjadi penguat makna serta bentuk penghambaan yang dalam. Setiap kalimat dzikir mengandung pujian, pengakuan, dan penyerahan diri kepada Allah SWT. Dengan mengulang-ulangnya dalam doa, hati menjadi lebih lembut, mata lebih mudah menangis, dan jiwa lebih mudah tersentuh oleh cahaya iman.

Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa berdzikir, sebagaimana dalam Surah Al-Ahzab ayat 41: “Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.” Perintah ini tidak hanya menyiratkan pentingnya berdzikir dalam jumlah yang banyak, tetapi juga menunjukkan bahwa dzikir harus menjadi bagian dari seluruh kehidupan. Dalam setiap waktu, baik pagi maupun petang, dalam senang maupun susah, dzikir harus tetap hidup dalam hati dan lisan seorang Muslim.

Untaian dzikir dalam doa juga menjadi pengingat bahwa segala sesuatu berada dalam kuasa Allah. Ketika manusia merasa putus asa, dzikir menjadi penghibur yang membisikkan harapan bahwa Allah Maha Mampu membalikkan keadaan. Ketika manusia merasa sendiri, dzikir menjadi teman yang setia menemani malam-malam sepi dan membalut luka jiwa. Dalam kondisi apapun, dzikir selalu hadir sebagai penenang dan penuntun. Ia adalah jalan kembali ketika manusia tersesat dalam hiruk-pikuk dunia.

Ada kalanya doa terasa kosong, hanya sekadar permintaan tanpa rasa. Namun ketika dzikir hadir, doa menjadi lebih hidup dan bermakna. Dzikir bukan hanya bagian dari doa, tetapi adalah jantungnya. Dengan berdzikir, seorang hamba tidak hanya menyampaikan permintaannya, tetapi juga mengakui kebesaran dan keagungan Allah. Ia tidak hanya meminta, tetapi juga menyatakan kerinduannya kepada Rabb yang Maha Penyayang. Itulah sebabnya Rasulullah SAW senantiasa berdzikir dalam setiap sujudnya, dalam setiap rintihan doanya, bahkan dalam setiap bisikan hatinya.

Dalam hadits riwayat Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang duduk di suatu majelis dan ia tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, maka majelis tersebut akan menjadi penyesalan baginya pada hari kiamat.” Ini menunjukkan bahwa dzikir bukan hanya dianjurkan dalam shalat atau doa semata, tetapi juga dalam kehidupan sosial. Dalam setiap percakapan, dalam setiap pertemuan, seyogianya dzikir hadir untuk mengingatkan dan menyucikan suasana.

Ketika dzikir menjadi bagian dari doa, maka doa tersebut tak hanya menjadi alat untuk meminta, tetapi juga sarana untuk mendidik hati. Ia mengajarkan kesabaran, keikhlasan, dan tawakal. Doa yang dipenuhi dzikir tidak menuntut, tetapi memohon dengan rendah hati. Ia tidak memaksa, tetapi berharap dengan penuh cinta dan ketulusan. Dengan demikian, doa menjadi lebih bermakna, lebih dalam, dan lebih dekat kepada maqam ihsan, yakni beribadah seakan-akan melihat Allah, dan jika tidak mampu melihat-Nya, yakin bahwa Dia melihat kita.

Dalam kesunyian malam, dalam keheningan sujud, dalam kesedihan yang mendalam, untaian dzikir menjelma menjadi pelipur lara yang tak tergantikan. Ia menenangkan gundah, menghapus air mata, dan menyalakan kembali harapan yang hampir padam. Setiap kalimat dzikir adalah cahaya yang menerangi gelapnya hati. Dan ketika doa telah dibungkus dengan dzikir, maka yakinlah, ia akan lebih dekat untuk sampai ke langit dan lebih besar kemungkinan untuk dikabulkan oleh Allah SWT.

Maka dari itu, mari kita hidupkan dzikir dalam setiap doa kita. Jadikan dzikir sebagai bagian tak terpisahkan dari setiap permohonan kita kepada Allah. Sebab dalam dzikir, terkandung cinta, harap, takut, dan rindu yang semuanya menyatu dalam satu arah, yaitu kembali kepada Allah, Sang Pemilik segala jawaban. Dengan dzikir, doa menjadi indah. Dengan dzikir, hidup menjadi terang. Dan dengan dzikir, jiwa menjadi lapang. Itulah keajaiban untaian dzikir dalam setiap doa.

Popular Post